Translate

Saturday, 22 October 2016

PENGALAMANKU DI BANTEN

PENGALAMANKU DI BANTEN

Akan kuceritakan sedikit atau banyak, terserah kalian, pengalamanku waktu aku mengikuti acara Kongres IMABSII di provinsi Banten. Tepatnya di Kota Serang dan kota-kota lain yang ada di Banten.
            Hari itu, hari Sabtu tanggal 7 Mei 2016 aku berpamitan pada ibuku di Kota Kudus. Aku bilang kepada ibuku bahwa aku akan pergi ke provinsi yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya, yaitu Banten. Sebelum berangkat, tak lupa ibuku memberiku sebuah bungkusan. Di dalamnya, terdapat jajanan khas Yogyakarta, yang tak lain adalah Bakpia Pathok dan Enting, karena kebetulan tiga hari yang lalu ibuku pergi ke Yogyakarta untuk menghadiri acara yang diadakan kantor ibuku bekerja. Aku berangkat pukul 10.00 WIB.
            Dengan menggunakan motor GL Pro tahun 1997-an-ku, kupacu dengan kecepatan agak tinggi, sekitar 90 km/jam. Sebenarnya kereta yang aku dan enam orang temanku pesan mulai berangkat pukul 14.00 WIB dari Stasiun Poncol Semarang sampai Stasiun Pasar Senen Jakarta. Itulah mengapa aku pacu motorku dengan kecepatan yang lumayan kencang.
            Setelah hampir dua jam, sebenarnya kalau tidak macet bisa hanya satu setengah jam perjalanan, aku tiba di kosku yang berada di Gunungpati, Semarang. Pada saat itu, aku lupa bahwa aku belum packing segala kebutuhanku selama berada di Banten. Dengan tergesa-gesa karena waktu yang sangat mepet, menunjukkan pukul 12.55 WIB, aku berhasil mempersiapkan barang-barangku di koper yang lumayan kecil, tapi bisa menampung barang yang begitu banyak. Sudah satu jam aku ditunggu oleh keenam rekanku yang akan berangkat ke Banten. Mereka adalah Mas Sandi, Mas Arbi, Mbak Tyas, Mas Ari, Mbak Ela, dan Kharisma. Yang sama-sama semester dua sepertiku hanya Kharisma saja. Oh ya, aku masih ditunggu oleh Mas Sandi di depan kosku, lalu aku bergegas naik membonceng ke motor Mas Sandi untuk menuju ke Masjid Ulul Albab (atau orang-orang sekitar Unnes sering menyebutnya MUA), tempat rekan-rekanku berkumpul.
            Ternyata di MUA sudah berkumpul semua, dan mereka menungguku. Sebenarnya aku agak malu dan merasa sungkan terhadap rekan-rekanku ini karena aku terlambat satu jam. Dengan menggunakan taksi lokal, akhirnya kami berenam berangkat menuju Stasiun Poncol Semarang. Di perjalanan, sebenarnya aku merasa was-was apabila aku dan rekan-rekanku ditinggal oleh kereta yang dijadwalkan berangkat pukul 14.00 WIB. Syukurlah, sesaat kita sampai di stasiun, aku langsung melihat waktu di handphone-ku, dan ternyata menunjukkan pukul 14.41 WIB. Masih ada sisa waktu 19 menit untuk kereta berangkat. Di sisa waktu tersebut, aku manfaatkan dengan salat dhuhur sekaligus aku jamak dengan salat ashar, karena kereta menempuh kira-kira delapan jam perjalanan.
            Jujur saja, aku baru pertama kali berada di stasiun kereta, dan baru pertama kali ini aku akan naik kereta. Sambil penasaran, aku lihat-lihat stasiun itu sembari menunggu kereta berangkat. Saat waktu menunjukkan pukul 14.50 WIB, aku dan rekan-rekanku memutuskan untuk menuju gerbong kereta sesuai yang ada di tiket pesanan kami. Kami berada di gerbong 15, di mana gerbong paling akhir dari kereta yang kami tumpangi. Koper yang aku bawa terasa berat sekali. Sampailah di gerbong 15, dan aku melangkahkan langkah pertamaku untuk naik kereta. Rasanya senang campur penasaran pada saat di dalamnya. Kami duduk di tempat duduk bagian 20 ABC dan 21 ABC. Aku mendapatkan kursi bagian 20 B. Aku juga tidak tahu kalau duduknya berhadap-hadapan dengan penumpang lain. Tepat pukul 14.00 WIB, kereta berangkat. Aku memilih duduk di dekat kaca kereta untuk merasakan sensasi bagaimana naik kereta pertama kali. Dalam pikirku, ternyata kereta bila dirasakan dari dalam tidak secepat kelihatannya.
            Waktu menunjukkan pukul 15.49 WIB, perutku mulai terasa lapar. Mas Arbi pun juga merasakan hal yang sama. Kami berdua memutuskan untuk mencari makanan Aku dan Mas Arbi harus menempuh 14 gerbong untuk sampai ke tempat penjualan makanan. Dengan waktu kira-kira sepuluh menit perjalanan menuju tempat penjualan makanan dan minuman, akhirnya kami sampai juga. Aku dan Mas Arbi memesan makanan dan kopi susu. Makanan yang tersedia hanyalah nasi goreng bakso dan minumannya beragam, mulai dari air mineral, kopi hitam, kopi susu, dan lain sebagainya. Yang membuatku terkejut adalah harga nasi goreng bakso tersebut yang cukup mahal, yaitu mencapai Rp 20.000 per bungkus. Dan kopi susu yang kupesan juga mahal harganya, yaitu Rp 9.000. Bandingkan dengan makanan dan yang serupa di daerah Unnes, pasti jauh lebih murah ketimbang di Unnes daripada di kereta. Tapi tak apalah, karena perut terasa lapar, aku pesan dan makan sajalah.
            Tidak terasa delapan jam sudah terlewati, akhirnya kami sampai dan turun di Stasiun Pasar Senen. Ketika itu, kami dijemput oleh panitia penyelenggara Kongres IMABSII menggunakan mobil. Kami diantar menuju kampus di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) untuk menginap dan beristirahat sementara, karena pemberangkatan ke Banten akan dilakukan esok hari. Di UNJ, aku bertemu dengan kawan-kawan baru dari Universitas Adibuana Surabaya, Universitas Haluoleo dari Sulawesi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta yang merupakan tuan rumah Kongres IMABSII yang ke lima di tahun ini), dan dari UNJ sendiri aku juga dapat kawan baru. Keesokan harinya kami semua dijemput menggunakan bus yang disediakan oleh Untirta dan menuju ke Banten. Saat perjalanan menuju ke Banten, kami melewati Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sekilas, aku pandangi Kota Jakarta dengan kagum, karena di sana terdapat banyak sekali gedung-gedung tinggi sekali. Setelah kira-kira dua jam perjalanan, kami sampai di provinsi Banten, yang menurutku pemandangannya kurang lebih sama dengan pemandangan di Kota Jakarta. Akhirnya kami semua ditempatkan di Rusunawa Untirta, yang notabene masih baru dan tidak lam diresmikan dua hari yang lalu. Aku dan rekan-rekanku lalu melakukan registrasi ulang di panitia. Setelah registrasi ulang, kami mendapatkan nomor kamar kami yang berbeda-beda. Aku mendapatkan nomor kamar 40, di mana kamar ini berada di paling atas Rusunawa yang berada di lantai nomor empat. Dengan membawa koper yang cukup berat, aku harus menaiki anak tangga yang lumayan  banyak. Sampai juga aku di kamar 40. Kulihat pintu tersebut, sudah ditempeli dengan kertas yang bertuliskan daftar orang yang akan menempati kamar tersebut. Ada empat orang, termasuk aku, yang akan menempati kamar 40 ini, antara lain Ilyas Rifai dari Universitas Pakuan Bogor, Ance (saya lupa nama lengkapnya) dari Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB), dan satunya saya lupa namanya dari Universitas Surya Kencana, dan aku sendiri Muhammad Ilham Riesa Putera dari Universitas Negeri Semarang. Yang datang pada hari itu hanyalah aku dan Ance. Saat itu juga aku berkenalan dengannya.
            Kuputuskan aku dengan Ance untuk berkenalan dengan yang lain. Aku berkenalan dengan rekannya dari UMB, yaitu Noval Nauli Pasaribu. Keduanya memang sangat baik padaku, walaupun kami baru berjumpa pertama kalinya. Kami bertiga kemudian menuju ke saung yang berada di dekat Rusunawa Untirta. Di sana kami bertiga juga berkenalan dengan mahasiswa dari universitas lain. Sebut saja Deni dari Universitas Negeri PGRI Kediri, Herdi dari Universitas Benguku, Harmoko dari Universitas Bengkulu juga, dan Dhawam dari Universitas Negeri PGRI Kediri. Kami berenam pun lalu berteman akrab dan saling bercanda tawa di saung, sembari menunggu peserta lain datang. Setiap peserta yang baru datang dari bus, aku dan kelima kawan baruku ini menyapa peserta baru itu dan sekedar memberikan senyum kepada mereka. Itu kami lakukan agar kami bisa saling mengenal dan akrab dengan mereka.
            Malamnya, kami berenam memutuskan untuk makan malam di warung makan sambil nonton bareng Moto GP, yaitu balapan motor di kelas yang paling tinggi kecepatannya. Sambil makan, kami berenam ternyata dibarengi juga oleh peserta lain. Mereka juga antusias untuk menonton  Moto GP di warung, karena memang di Rusunawa tidak disediakan televisi oleh panitia. Setelah puas menonton dan makan, kami berenam memutuskan untuk tidur dan istirahat, karena waktu telah menunjukkan pukul 22.00 WIB dan besok akan ada acara Pembukaan Kongres dan Seminar di Kampus A Untirta.
            Keesokan harinya, semua peserta diberangkatkan dari Rusunawa Untirta menuju Kampus A Untirta menggunakan bus yang disediakan oleh panitia. Sebelum diberangkatkan, sekilas aku melihat panitia perempuan. Di dalam pikirku, orang-orang Banten sungguh sangat cantik-cantik dan rupawan. Terkadang aku sempat memikirkan betapa cantiknya mahasiswa-mahasiswa yang ada di Kampus A Untirta nanti setelah sampai sana.
            Setelah kurang lebih dua jam perjalanan menuju Kampus A Untirta, dugaanku ternyata tidak salah. Justru malah melebihi apa yang aku harapkan. Mahasiswi-mahasiswi di Untirta memang sangat cantik-cantik, dan kebanyakan pakai kerudung pula. Mereka juga berperangai baik, dan ramah kepada sesama mahasiswa lainnya. Sekilas terlintas di benak, apakah ada mahasiswi di sini yang dapat menarik hatiku ? Itu hanya pikiran saja.
            Seluruh peserta diarahkan oleh panitia menuju ruang aula Untirta. Di situ menjadi tempat Pembukaan Kongres dan Seminar. Setelah masuk ke ruangan aula, aku pun duduk bersebelahan dengan Deni, Noval, Ance, dan Harrmoko. Semua peserta menggunakan jas almamater dari universitas masing-masing, membuat ruangan aula dipenuhi dengan warna-warni jas almamater. Sempat aku terdiam karena betapa indahnya perbedaan yang diciptakan dalam suasana yang hangat. Aku merasakan Indonesia begitu dekat di saat ini, karena perwakilan dari setiap universitas yang ada di Indonesia berkumpul menjadi satu.
            Setelah acara Pembukaan Kongres dan Seminar selesai, semua peserta kembali ke Rusunawa untuk beristirahat, kira-kira pukul 23.00 WIB. Aku kembali ke kamarku bersama Ance, tetapi Ilyas belum tampak, karena dia belum hadir. Malam itu menjadi malamku yang pertama untuk menempati Rusunawa Untirta.
            Dua hari berlalu, Kongres IMABSII V akhirnya telah terlewati. Acara yang sangat membosankan, namun banyak manfaat. Salah satu manfaat yang dapat aku terima adalah aku dapat mempelajari cara orang-orang menyampaikan pendapatnya dengan benar dan tepat. Lalu untuk manfaat yang dapat aku ambil dan dapat aku bagikan ke teman-temanku yang ada di Unnes adalah bahwa kita harus satu tujuan untuk mencapai apa yang diinginkan, dan kita harus menghilangkan ego masing-masing individu, karena hal itulah yang dapat menyebabkan pecahnya persatuan dan keutuhan.
            Acara selanjutnya yaitu Gerakan Cinta Bahasa Indonesia. Para peserta diarhkan panitia untuk melakukan aksi simpatik di masyrakat kota Serang dengan membagikan permen dan kertas yang berisikan tentang cinta Bahasa Indonesia. Lalu para peserta berorasi di depan Kantor Pemerintah Banten dan menyampaikan tentang tuntutan mereka untuk menindaklanjuti masalah penghapusan peraturan yang menyebutkan bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak diwajibkan mempelajari Bahasa Indonesia.
            Malam harinya, digelar acara Festival Seni, di mana setiap universitas akan menampilkan kebolehannya dalam bidang seni dan sastra. Di acara ini, ada yang menampilkan deklamasi puisi, bernyanyi, menari, musikalisasi puisi, accapella, dan lain sebagainya. Dan juga ada pertunjukan asli Banten, yaitu debus Banten, yaitu seni pertunjukkan yang menampilkan adegan-adegan berbahaya seperti memakan beling kaca, menggosok pedang di tangan, lidah, dan kaki, dan sebagainya.
            Acara keesokan harinya yaitu Dedolan Serang (atau jalan-jalan di kota Serang). Di sini, para peserta diarahkan panitia dengan menggunakan bus menuju Banten Lama. Di Banten Lama terdapat destinasi wisata yang cukup terkenal, yaitu Masjid Agung Banten dan Keraton Kaibon.

No comments:

Post a Comment