PENGALAMANKU DI BANTEN
Akan kuceritakan sedikit atau banyak, terserah
kalian, pengalamanku waktu aku mengikuti acara Kongres IMABSII di provinsi
Banten. Tepatnya di Kota Serang dan kota-kota lain yang ada di Banten.
Hari
itu, hari Sabtu tanggal 7 Mei 2016 aku berpamitan pada ibuku di Kota Kudus. Aku
bilang kepada ibuku bahwa aku akan pergi ke provinsi yang belum pernah aku
kunjungi sebelumnya, yaitu Banten. Sebelum berangkat, tak lupa ibuku memberiku
sebuah bungkusan. Di dalamnya, terdapat jajanan khas Yogyakarta, yang tak lain
adalah Bakpia Pathok dan Enting, karena kebetulan tiga hari yang lalu ibuku
pergi ke Yogyakarta untuk menghadiri acara yang diadakan kantor ibuku bekerja.
Aku berangkat pukul 10.00 WIB.
Dengan
menggunakan motor GL Pro tahun 1997-an-ku, kupacu dengan kecepatan agak tinggi,
sekitar 90 km/jam. Sebenarnya kereta yang aku dan enam orang temanku pesan
mulai berangkat pukul 14.00 WIB dari Stasiun Poncol Semarang sampai Stasiun
Pasar Senen Jakarta. Itulah mengapa aku pacu motorku dengan kecepatan yang
lumayan kencang.
Setelah
hampir dua jam, sebenarnya kalau tidak macet bisa hanya satu setengah jam
perjalanan, aku tiba di kosku yang berada di Gunungpati, Semarang. Pada saat
itu, aku lupa bahwa aku belum packing segala
kebutuhanku selama berada di Banten. Dengan tergesa-gesa karena waktu yang
sangat mepet, menunjukkan pukul 12.55 WIB, aku berhasil mempersiapkan
barang-barangku di koper yang lumayan kecil, tapi bisa menampung barang yang
begitu banyak. Sudah satu jam aku ditunggu oleh keenam rekanku yang akan
berangkat ke Banten. Mereka adalah Mas Sandi, Mas Arbi, Mbak Tyas, Mas Ari,
Mbak Ela, dan Kharisma. Yang sama-sama semester dua sepertiku hanya Kharisma
saja. Oh ya, aku masih ditunggu oleh
Mas Sandi di depan kosku, lalu aku bergegas naik membonceng ke motor Mas Sandi
untuk menuju ke Masjid Ulul Albab (atau orang-orang sekitar Unnes sering
menyebutnya MUA), tempat rekan-rekanku berkumpul.
Ternyata
di MUA sudah berkumpul semua, dan mereka menungguku. Sebenarnya aku agak malu
dan merasa sungkan terhadap rekan-rekanku ini karena aku terlambat satu jam.
Dengan menggunakan taksi lokal, akhirnya kami berenam berangkat menuju Stasiun
Poncol Semarang. Di perjalanan, sebenarnya aku merasa was-was apabila aku dan
rekan-rekanku ditinggal oleh kereta yang dijadwalkan berangkat pukul 14.00 WIB.
Syukurlah, sesaat kita sampai di stasiun, aku langsung melihat waktu di handphone-ku, dan ternyata menunjukkan
pukul 14.41 WIB. Masih ada sisa waktu 19 menit untuk kereta berangkat. Di sisa
waktu tersebut, aku manfaatkan dengan salat dhuhur sekaligus aku jamak dengan salat ashar, karena kereta
menempuh kira-kira delapan jam perjalanan.
Jujur
saja, aku baru pertama kali berada di stasiun kereta, dan baru pertama kali ini
aku akan naik kereta. Sambil penasaran, aku lihat-lihat stasiun itu sembari
menunggu kereta berangkat. Saat waktu menunjukkan pukul 14.50 WIB, aku dan
rekan-rekanku memutuskan untuk menuju gerbong kereta sesuai yang ada di tiket
pesanan kami. Kami berada di gerbong 15, di mana gerbong paling akhir dari
kereta yang kami tumpangi. Koper yang aku bawa terasa berat sekali. Sampailah
di gerbong 15, dan aku melangkahkan langkah pertamaku untuk naik kereta.
Rasanya senang campur penasaran pada saat di dalamnya. Kami duduk di tempat
duduk bagian 20 ABC dan 21 ABC. Aku mendapatkan kursi bagian 20 B. Aku juga
tidak tahu kalau duduknya berhadap-hadapan dengan penumpang lain. Tepat pukul
14.00 WIB, kereta berangkat. Aku memilih duduk di dekat kaca kereta untuk
merasakan sensasi bagaimana naik kereta pertama kali. Dalam pikirku, ternyata
kereta bila dirasakan dari dalam tidak secepat kelihatannya.
Waktu
menunjukkan pukul 15.49 WIB, perutku mulai terasa lapar. Mas Arbi pun juga
merasakan hal yang sama. Kami berdua memutuskan untuk mencari makanan Aku dan
Mas Arbi harus menempuh 14 gerbong untuk sampai ke tempat penjualan makanan.
Dengan waktu kira-kira sepuluh menit perjalanan menuju tempat penjualan makanan
dan minuman, akhirnya kami sampai juga. Aku dan Mas Arbi memesan makanan dan
kopi susu. Makanan yang tersedia hanyalah nasi goreng bakso dan minumannya
beragam, mulai dari air mineral, kopi hitam, kopi susu, dan lain sebagainya.
Yang membuatku terkejut adalah harga nasi goreng bakso tersebut yang cukup
mahal, yaitu mencapai Rp 20.000 per bungkus. Dan kopi susu yang kupesan juga
mahal harganya, yaitu Rp 9.000. Bandingkan dengan makanan dan yang serupa di
daerah Unnes, pasti jauh lebih murah ketimbang di Unnes daripada di kereta.
Tapi tak apalah, karena perut terasa lapar, aku pesan dan makan sajalah.
Tidak
terasa delapan jam sudah terlewati, akhirnya kami sampai dan turun di Stasiun
Pasar Senen. Ketika itu, kami dijemput oleh panitia penyelenggara Kongres
IMABSII menggunakan mobil. Kami diantar menuju kampus di Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) untuk menginap dan beristirahat sementara, karena pemberangkatan
ke Banten akan dilakukan esok hari. Di UNJ, aku bertemu dengan kawan-kawan baru
dari Universitas Adibuana Surabaya, Universitas Haluoleo dari Sulawesi,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta yang merupakan tuan rumah Kongres
IMABSII yang ke lima di tahun ini), dan dari UNJ sendiri aku juga dapat kawan
baru. Keesokan harinya kami semua dijemput menggunakan bus yang disediakan oleh
Untirta dan menuju ke Banten. Saat perjalanan menuju ke Banten, kami melewati
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sekilas, aku pandangi Kota Jakarta dengan kagum,
karena di sana terdapat banyak sekali gedung-gedung tinggi sekali. Setelah
kira-kira dua jam perjalanan, kami sampai di provinsi Banten, yang menurutku
pemandangannya kurang lebih sama dengan pemandangan di Kota Jakarta. Akhirnya
kami semua ditempatkan di Rusunawa Untirta, yang notabene masih baru dan tidak
lam diresmikan dua hari yang lalu. Aku dan rekan-rekanku lalu melakukan
registrasi ulang di panitia. Setelah registrasi ulang, kami mendapatkan nomor
kamar kami yang berbeda-beda. Aku mendapatkan nomor kamar 40, di mana kamar ini
berada di paling atas Rusunawa yang berada di lantai nomor empat. Dengan
membawa koper yang cukup berat, aku harus menaiki anak tangga yang lumayan banyak. Sampai juga aku di kamar 40. Kulihat
pintu tersebut, sudah ditempeli dengan kertas yang bertuliskan daftar orang
yang akan menempati kamar tersebut. Ada empat orang, termasuk aku, yang akan
menempati kamar 40 ini, antara lain Ilyas Rifai dari Universitas Pakuan Bogor,
Ance (saya lupa nama lengkapnya) dari Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB),
dan satunya saya lupa namanya dari Universitas Surya Kencana, dan aku sendiri
Muhammad Ilham Riesa Putera dari Universitas Negeri Semarang. Yang datang pada
hari itu hanyalah aku dan Ance. Saat itu juga aku berkenalan dengannya.
Kuputuskan
aku dengan Ance untuk berkenalan dengan yang lain. Aku berkenalan dengan
rekannya dari UMB, yaitu Noval Nauli Pasaribu. Keduanya memang sangat baik
padaku, walaupun kami baru berjumpa pertama kalinya. Kami bertiga kemudian
menuju ke saung yang berada di dekat Rusunawa Untirta. Di sana kami bertiga juga
berkenalan dengan mahasiswa dari universitas lain. Sebut saja Deni dari
Universitas Negeri PGRI Kediri, Herdi dari Universitas Benguku, Harmoko dari
Universitas Bengkulu juga, dan Dhawam dari Universitas Negeri PGRI Kediri. Kami
berenam pun lalu berteman akrab dan saling bercanda tawa di saung, sembari
menunggu peserta lain datang. Setiap peserta yang baru datang dari bus, aku dan
kelima kawan baruku ini menyapa peserta baru itu dan sekedar memberikan senyum
kepada mereka. Itu kami lakukan agar kami bisa saling mengenal dan akrab dengan
mereka.
Malamnya,
kami berenam memutuskan untuk makan malam di warung makan sambil nonton bareng Moto GP, yaitu balapan motor di kelas yang paling tinggi
kecepatannya. Sambil makan, kami berenam ternyata dibarengi juga oleh peserta lain. Mereka juga antusias untuk
menonton Moto GP di warung, karena memang di Rusunawa tidak disediakan
televisi oleh panitia. Setelah puas menonton dan makan, kami berenam memutuskan
untuk tidur dan istirahat, karena waktu telah menunjukkan pukul 22.00 WIB dan
besok akan ada acara Pembukaan Kongres dan Seminar di Kampus A Untirta.
Keesokan
harinya, semua peserta diberangkatkan dari Rusunawa Untirta menuju Kampus A
Untirta menggunakan bus yang disediakan oleh panitia. Sebelum diberangkatkan,
sekilas aku melihat panitia perempuan. Di dalam pikirku, orang-orang Banten
sungguh sangat cantik-cantik dan rupawan. Terkadang aku sempat memikirkan
betapa cantiknya mahasiswa-mahasiswa yang ada di Kampus A Untirta nanti setelah
sampai sana.
Setelah
kurang lebih dua jam perjalanan menuju Kampus A Untirta, dugaanku ternyata
tidak salah. Justru malah melebihi apa yang aku harapkan. Mahasiswi-mahasiswi
di Untirta memang sangat cantik-cantik, dan kebanyakan pakai kerudung pula.
Mereka juga berperangai baik, dan ramah kepada sesama mahasiswa lainnya.
Sekilas terlintas di benak, apakah ada mahasiswi di sini yang dapat menarik
hatiku ? Itu hanya pikiran saja.
Seluruh
peserta diarahkan oleh panitia menuju ruang aula Untirta. Di situ menjadi
tempat Pembukaan Kongres dan Seminar. Setelah masuk ke ruangan aula, aku pun
duduk bersebelahan dengan Deni, Noval, Ance, dan Harrmoko. Semua peserta
menggunakan jas almamater dari universitas masing-masing, membuat ruangan aula
dipenuhi dengan warna-warni jas almamater. Sempat aku terdiam karena betapa
indahnya perbedaan yang diciptakan dalam suasana yang hangat. Aku merasakan
Indonesia begitu dekat di saat ini, karena perwakilan dari setiap universitas
yang ada di Indonesia berkumpul menjadi satu.
Setelah
acara Pembukaan Kongres dan Seminar selesai, semua peserta kembali ke Rusunawa
untuk beristirahat, kira-kira pukul 23.00 WIB. Aku kembali ke kamarku bersama
Ance, tetapi Ilyas belum tampak, karena dia belum hadir. Malam itu menjadi
malamku yang pertama untuk menempati Rusunawa Untirta.
Dua
hari berlalu, Kongres IMABSII V akhirnya telah terlewati. Acara yang sangat
membosankan, namun banyak manfaat. Salah satu manfaat yang dapat aku terima
adalah aku dapat mempelajari cara orang-orang menyampaikan pendapatnya dengan
benar dan tepat. Lalu untuk manfaat yang dapat aku ambil dan dapat aku bagikan
ke teman-temanku yang ada di Unnes adalah bahwa kita harus satu tujuan untuk
mencapai apa yang diinginkan, dan kita harus menghilangkan ego masing-masing
individu, karena hal itulah yang dapat menyebabkan pecahnya persatuan dan
keutuhan.
Acara
selanjutnya yaitu Gerakan Cinta Bahasa Indonesia. Para peserta diarhkan panitia
untuk melakukan aksi simpatik di masyrakat kota Serang dengan membagikan permen
dan kertas yang berisikan tentang cinta Bahasa Indonesia. Lalu para peserta
berorasi di depan Kantor Pemerintah Banten dan menyampaikan tentang tuntutan
mereka untuk menindaklanjuti masalah penghapusan peraturan yang menyebutkan
bahwa Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak diwajibkan mempelajari Bahasa Indonesia.
Malam
harinya, digelar acara Festival Seni, di mana setiap universitas akan
menampilkan kebolehannya dalam bidang seni dan sastra. Di acara ini, ada yang
menampilkan deklamasi puisi, bernyanyi, menari, musikalisasi puisi, accapella, dan lain sebagainya. Dan juga
ada pertunjukan asli Banten, yaitu debus Banten, yaitu seni pertunjukkan yang
menampilkan adegan-adegan berbahaya seperti memakan beling kaca, menggosok
pedang di tangan, lidah, dan kaki, dan sebagainya.
Acara
keesokan harinya yaitu Dedolan Serang (atau
jalan-jalan di kota Serang). Di sini, para peserta diarahkan panitia dengan
menggunakan bus menuju Banten Lama. Di Banten Lama terdapat destinasi wisata
yang cukup terkenal, yaitu Masjid Agung Banten dan Keraton Kaibon.
No comments:
Post a Comment